A. LATAR BELAKANG
Sejarah desa merupakan hal yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat desa. Cerita tentang sejarah desa, bias menjadi sumber inspirasi bagi Pemerintah Desa dan seluruh komponen masyarakat di desa yang bersangkutan, untuk terus menggali karakteristik, potensi, dan keunggulan lain yang dimiliki oleh desa, dalam rangka pengembangan desa. Sejarah desa juga bias menjadi ‘koco benggolo’ tentang asal usul dan adat istiadat yang harus dilestarikan oleh desa.
Saat ini ditengah perkembangan dan pembangunan desa yang semakin gencar dilakukan oleh desa, yang karena adanya Dana Desa, maka melihat atau menilik sejarah perkembangan desa menjadi semakin urgen. Hal ini tentu berkaitan dengan filosofi bahwa semaju apapun perkembangan dan pembangunan desa, tidak boleh tercerabut dari akar budaya yang terekam dalam sejarah desa. Hal ini juga mengandung maksud bahwa pembangunan harus seca sadar dilakukan oleh seluruh masyarakat desa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. Secara lahir masyarakat harus sejahtera dilihat dari kecukupan bidang pangan, sandang, papapn, tercukupi sarana prasarana dasar lainnya seperti infrastruktur jalan, sarana pendidikan, sarana kesehatan dan tercukupinya kebutuhan ekonomi yang lain. Secara batin, masyarakat harus sejahtea dari kebutuhan rohaninya, hidup dalam suasana yang tentram, damai, bias beribadah secara khusuk dan jauh dari rasa khawatir maupun segala bentuk intimidasi dari pihak-pihak lain yang tidak bertanggungjawab. Tercakup dalam hal kebutuhan rohani ini, masyarakat juga bias secara instens mengembangkan dan melestarikan adat istiadat, seni budaya dan lain-lain yang merupakan warisan dari budaya luhur masyarakat desa setempat.
Penulisan sejarah Desa Dlimoyo Kecamatan Ngadirejo ini sebagai upaya untuk melihat kembali tentang asal usul desa dan melihat kembali serta ‘nguri-nguri’ apa yang sebenarnya terjadi di masa lampau terkait dengan perkembangan desa.
B. KONDISI GEOGRAFIS DESA
DESA DLIMOYO merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Ngadirejo yang berbatasan dengan Desa Campursari di sebelah utara, Desa Gondangwinangun di sebelah timur, Desa Gejagan disebelah Selatan dan Desa Purbosari di sebelah barat. Luas wilayah Desa Dlimoyo adalah 188,434 Ha dengan jumlah penduduk 3.322 jiwa yang terdiri dari 1.667 penduduk laki-laki dan 1.655 penduduk perempuan.
Desa Dlimoyo dibagi menjadi 5 wilayah Kepala Dusun, dimana terdapat 6 Dusun dengan 19 RT dan 5 RW. Wilayah tersebut adalah
- Kepala Dusun 1 dengan wilayah Dusun Mloyo yang terdiri dari 4 RT
- Kepala Dusun 2 dengan wilayah Dusun Patemon terdiri dari 7 RT
- Kepala Dusun 3 dengan wilayah Dusun Pos dan Dusun kembang yang terdiri dari 2 RT
- Kepala Dusun 4 dengan wilayah Dusun Klesem yang terdiri dari 4 RT, dan
- Kepala Dusun 5 dengan wilayah Dusun Jengkol yang terdiri dari 2 RT.
Perekonomian Desa Dlimoyo secara umum didominasi pada sektor pertanian dimana tanaman padi tetap jadi tanaman unggulan disamping tanaman tembakau dan sayur-mayur.
C. ASAL- USUL
Menurut penuturan dari para sesepuh desa di Desa Dlimoyo, salah satu nya adalah Mbah Mulyani, 66 Tahun warga Dusun Klesem. Desa dlimoyo terbentuk pada saat masa penjajahan Belanda saat kekeuasaan Ratu Helmina (Wilhelmina, 1880-1962). Menurut beliau (Mbah Mulyani), sewaktu masih muda saat menggembala ternak beliau sering dititipi cerita oleh sesepuh sesepuh desa tentang asal usul dusun dan Desa Dlimoyo.
Desa Dlimoyo yang terdiri dari 6 Dusun, mempunyai cerita asal-usul masing-masing. Berikut cerita asal-usul tersebut.
1. Dusun Mloyo
Menurut sumber, Mloyo sudah ada sejak Jaman kerajaan Bojonegoro. Wilayah Mloyo merupakan satu wilayah dengan wilayah Liyangan dimana Mloyo adalah wilayah Kedemangan di Kadipaten Liyangan. Kademangan Mloyo di pimpin oleh Demang Sindu Mulyo. Makam Demang Sindu Mulyo, terdapat di Dusun Mloyo RT 01.
Untuk menghormati dan mengenang Demang Sindu Mulyo, warga Mloyo melaksanakan selamatan dusun atau Khoul Dusun setiap bulan Sapar kalender Jawa. Setelah Khoul Dusun pasti diadakan pentas kesenian Tayup (Walengger) karena menurut adat istiadat dan kepercayaan masyarakat Mloyo, kesenian Tayup (Walengger) harus dilaksanakan setiap tahunnya dikarenakan kepercayaan bahwa jika tidak dapat melaksanakan pentas Tayup, maka warga akan terkena balak atau bencana.
2.Dusun Patemon
Patemon terbentuk pada jaman Kerajaan Majapahit. Setelah Islam masuk Pulua Jawa, Kerajaan Majapahit mengalami perpecahan, karena sebagian masyarakat mengikuti ajaran Islam. Perpecahan tersebut membuat para ulama Islam di Majapahit menyelamatkan diri ke Jawa Tengah dengan mendirikan Kerajaan Glagah Wangi Demak Bintara di Demak Ulama-ulama tersebut kemudian menyebarkan Islam di Jawa Tengah. Diantara Ulama tersebut, terdapat kakak beradik yang lama meninggalkan Majapahit dan lama tidak bertemu, yaitu Kyai Teh Joyo dan Kyai Toh Joyo. Konon kakak beradik tersebut bertemu di suatu wilayah yang kemudian disebut sebagai wilayah “Patemon” yang berasal dari kata “temon” yang artinya “ketemu” sehingga disebutlah wilayah “Patemon” yang di artikan “Pertemuan”.
Untuk menghormati jasa Kyai Teh Joyo dan Kyai Toh Joyo, maka setiap hari Jum’at Kliwon di Bulan Maulud kalender Jawa, diperingati sebagai hari Khoul Dusun warga Patemon. Dimulai dari doa bersama di Makam Kyai Teh Joyo dan Kyai Toh Joyo yang kemudian dilanjutkan dengan acara Pengajian. Kegiatan Pengajian dimaksudkan untuk mengenang dan melanjutkan perjuangan Kyai Teh Joyo dan kyai Toh Joyo dalam menyebarkan agama Islam
3. Dusun Klesem
Dusun Klesem, awal mulanya bernama Dusun Dlimas. Didirikan oleh Kyai Abdul Rohman atau biasa di sebut Kyai Bangkit oleh masyarakat. Kyai Bangkit dipercaya sebagai orang pertama yang membuka lahan di wilayah Dlimas. Untuk mengenang dan menghormati Kyai bangkit, maka setiap bulan Ruwah di peringati sebagai Khoul dusun dengan mengadakaan doa bersama di makam Kyai Bangkit.
Nama Dusun Klesem terbentuk pada Jaman Penjajahan Belanda, kekuasaan Ratu Helmina (Wilhelmina). Awal mulanya bernama Dusun Dlimas, Pada kekuasaan Ratu Helmina di anggap sebagai masa tenang, maka disebut sebagai masa “Kles” yang artinya “tenang” dalam Bahasa jawa. Pada saat tersebut, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangannya, sehingga masyarakat merasa senang. Dari kondisi itulah kemudian Dlimas diubah menjadi Klesem, dari kata “Kles” dan “seneng” yaitu Kleseneng yang kemudian menjadi Klesem. Kata Klesem sendiri digambarkan sebagai masa masa yang tenang dan senang karena terdapat makanan yang cukup untuk mayarakat.
4. Dusun Pos
Wilayah Pos merupakan daerah penjagaan pada masa penjajahan Belanda, sehingga wilayah tersebut dinamakan daerah Pos yang kemudian menjadi Dusun Pos.
5. Dusun kembang
Dusun Kembang merupakan perkembangan dari Dusun Dawukan Desa Gejagan. Kembang berarti perkembangan, yaitu perkembangan atau perluasan sari Dusun Dawukan Desa Gejagan. Dikarenakan wilayah Dawukan dan Wilayah Kembang dipisahkan oleh sungai Kalideres, maka pada Jaman Penjajahan Belanda, wilayah Kembang dijadikan satu dengan Wilayah Dlimoyo.
6. Dusun Jengkol
Wilayah Jengkol merupakan perkembangan dari wilayah Klesem. Bermula dari perselisihan keluarga, sehingga salah satu anggota keluarga harus pergi keluar wilayah. Sang adik kemudian meningkalkan wilayah Klesem dengan rasa “jengkel” kemudian menetap di tepi dusun yang kemudian wilayah tersebut dikenal dengan wilayah jengkol.
Desa Dlimoyo terbentuk pada saat masa penjajahan Belanda saat kekuasaan Ratu Helmina (Wilhelmina, 1880-1962). Terdiri dari 6 wilayah dusun dengan tiga wilayah utama yaitu wilayah bawah (Dlimas), wilayah tengah (Patemon) dan wilayah atas (Mloyo), sehingga dinamakan Desa DLIMOYO. Kata “Dli” dari Wilayah Dli-mas, kata “mo” mewakili wilayah Pate-mo-n dan ‘yo’ yang mewakili wilayah Mlo-yo. Desa Dlimoyo dapat diartikan sebagai desa yang terbentuk dari gabungan wilayah Dlimas, Patemon sampai Mloyo yang menjadi satu kerukunan masyarakat untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, damai dan tentram.
Demikian penulisan sejarah desa ini , dibuat sebagai upaya untuk melihat kembali tentang asal usul desa Dlimoyo yang tercinta. Semoga dengan penulisan sejarah Desa Dlimoyo ini dapat menambah khasanah bagi Kabupaten Temanggung menuju Temanggung yang Tentrem Marem dan Gandem.
Segala apa yang tersaji tentu masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena segala masukan dan kritikan sangat kami perlukan untuk perbaikan penulisan dimasa yang akan datang.
Terima kasih.